Senin, 16 Juni 2014

Rumah impian

Tanah kosong itu sudah kubeli dari tuannya
Tak luas memang hanya persegi mungil
Ingin kuhadiahi sebagai hadiah ketulusan dan kesungguhan
Meski rumah tak ingin menjadi hadiah


Di persegi mungil itu sudah kupancang pondasi kokoh
Meski atap masih jauh untuk melindungi
Ingin kupasang seribu jendela bening disetiap sisi
Walau tiang bergantung belum menancap tegak

Tangga –tangganya biar ku pijak dari gerbong kereta ini
Yang tiada henti melaju bersama waktuku sampai tujuan
Dinding sebagai penutup biar kupungut dari batas langit
Sampai dinding itu benar mengatup pada tiang dan pancang

Kereta terus melaju seperti musim yang berubah
Puluhan stasiun pemberhentian ribuan penumpang
Ini yang kesekian ratus kali aku menjejak melangkah
Masih pada peron yang sama dan bunyi lokomotif panjang

Akankah rumah impianku berdiri pada persegi mungil ini?
Mungkin akan lebih mudah membangunnya jika ada teman
Mungkin…mungkin saja 
karena aku ingin tinggal menetap tanpa resah pada perjalanan yang melelahkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar