Rabu, 22 Oktober 2014

Petrichor

Ah hujan kau menemui ku lagi
lamat kulepas pelukan pada gulingku
menggeliat menyibak kemul yang setia menghangatkan ringkukan lelah
sunyi mimpiku kini berganti dentinganmu menyentuh atap

Setengah berlari kugegas langkah menyibak jendela
tempias bulir beningmu lembut memercik di pelipisku
kusapu pandangan pada taman kecil mawar yang kuyup
tetesan bulir bulir di ujung daun lamat menyentuh tanah


Rintik gerimismu mulai hilang hujan
menyisakan tanah lembab dan tempias pada jendelaku
lamat kuusap kelopak mawar yang kuyup di balkon
dinginmu tak menggetarkan ku pada sore itu

Pelan kututup mata menikmati sentuhan dingin tempias di wajah
kubiarkan ngilunya menyusup sanubari
kuhirup dalam aromamu memenuhi paru
yang membawaku pada dimensi tenang dan masa lalu

Petrichor.. ah aku rindu kau
aroma tanah bercampur bulir hujanmu bersatu khasnya rerumputan
menyatukan potongan-potongan masa lalu yang berlarian di ingatan
menyuguhkan bayangan sosok dengan senyum indahnya
lamat ku sesap senyumnya, kupeluk dalam memory
ah petrichor kau menghipnotisku dalam
tapi tetap rinduku tak kunjung redam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar